Sejarah batik di Indonesia
berkaitan erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit
dan terus berkembang hingga kerajaan dan raja-raja berikutnya. Kesenian
batik secara umum meluas di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX.
Teknik batik sendiri telah diketahui lebih sedekad (millennium),
kemungkinan berasal dari Mesir kuno atau Sumeria. Teknik batik meluas di
beberapa negara di Afrika Barat seperti Nigeria, Cameroon dan Mali, atau di Asia, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, Iran, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Hingga awal abad ke-XX, batik yang dihasilkan semuanya adalah batik tulis. Batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia Pertama berakhir atau sekitar tahun 1920.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang
menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia di zaman
dulu. Awalnya aktiviti membuat batik hanya terbatas dalam keraton saja
dan ia dihasilkan untuk pakaian di raja
dan keluarga kerajaan serta para pembesar. Oleh kerana banyak dari
pembesar tinggal di luar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh
mereka keluar dari keraton dan dihasilkan pula di tempatnya
masing-masing.
Lama kelamaan kesenian batik ini ditiru oleh rakyat jelata dan
selanjutnya meluas sehingga menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah
tangga mereka untuk mengisi waktu luang.
Antara bahan-bahan pewarna yang dipakai adalah terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.